BAB 2
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
1. LINGKUNGAN BISNIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIKA
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu
bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu
dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan
supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
2. KESALING - TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT.
Dikutip dari blog salah seorang mahasiswi bernama fika amalia menyatakan
bahwa “Bisa jadi masyarakat
beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika
hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun
etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi
pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di
masyarakat itu sendiri.
Bagaimana dengan di
lingkungan perusahaan?
Ada
banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya.
Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya
penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun
personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan,
demi kepentingan perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan
adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.”
Contoh kecilnya saja misalnya, ketika suatu perusahaan hendak mendirikan
suatu usaha maka sebagai pemilik perusahaan yang beretika haruslah menyertakan
bukti persetujuan warga sekitar atas rencana pendirian suatu usaha yang akan di
bangun disekitar lingkungan warga tersebut. Apabila warga sekitar tidak
menyetujui atas rencana pendirian usaha tersebut, maka perusahaan tidak dapat
didirikan di lingkungan tersebut. Kalaupun dipaksakan untuk didirikan, maka selain
pendiri usaha tersebut tidak beretika juga status pendirian tersebut bisa
dikatakan ilegal. Tentu hal ini sangat merugikan perusahaan, terutama
perusahaan yang telah go publik, karena mencerminkan tidak adanya etika yang
baik dalam melakukan usahanya. Dan masih banyak contoh lainnya lagi.
3. KEPEDULIAN PELAKU BISNIS TERHADAP ETIKA.
Setuju dengan yang dikatakan Fika(2012) bahwa “Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda.”
Contoh lain misalkan saja, pelaku bisnis yang membuang limbahnya di
lingkungan sekitar. Sebagai pelaku bisnis yang baik tentu harus memiliki AMDAL.
Atau bisa dikatakan, pembuangan sampah yang dilakukan tidak merusak lingkungan.
Hal ini tentu karena besarnya kepedulian pelaku bisnis terhadap etika.
Khususnya etika terhadap lingkungan. Pelaku bisnis harus tetap menjaga
lingkungannya, agar tidak merusaknya dan mengganggu kesehatan warga sekitar
yang berada disekitarnya. Misalkan dengan aroma limbah yang membahayakan bagi
kesehatan warga sekitar, ini harus di cegah oleh pelaku bisnis, bagaimana
caranya agar usaha yang dijalankan tidak merugikan banyak pihak. Dengan begitu,
bisa dikatakan bahwa pelaku bisnis memiliki kepedulian bisnis terhadap etika.
4. PERKEMBANGAN DALAM ETIKA BISNIS
Di
akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah
luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur
dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan
atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status
sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Masa
etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah
menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global
seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA,
Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian
etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di
Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human
values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di
Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi
terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis.
Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian
khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha
indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
5. ETIKA BISNIS DAN AKUNTAN
Fika Amalia dalam blognya berpendapat bahwa “Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di
Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika
dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan
dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan
kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu;
a.
Kompetensi
b.
Objektif dan
c.
Mengutamakan
integritas.
Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.”
Dari penjelasan dari Fika
tersebut tentu yang kita harapkan adalah pelaku bisnis dapat memiliki etika
apapun profesinya atau usahanya. Hal ini demi berjalannya dengan baik
kesinambungan anatara masyarakat, usaha dan alam. Seseorang yang memiliki etika
yang baik, maka tidak akan merugikan orang lain, kecuali atas ketidaksengajaan.
Harapan penulis, semoga kita generasi penerus memiliki etika dalam hal
apapun, dimanapun dan untuk kepentingan apapun.
Sumber Bab II :
a.
http://fikaamalia.wordpress.com/2012/09/27/bab-2-perilaku-etika-dalam-bisnis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar